Aku Tidak Mau Jadi Ibu Narsistik
Hai Readers. Kalian udah sadar belum, kalau ternyata kepribadian orang tua punya andil besar terhadap kesehatan mental anak. Bahkan baik buruknya kepribadian itu, punya kemungkinan untuk diturunkan, loh.
Aku mau sharing tentang keterkaitan kepribadian narsistik atau Narcissistic Personality Disorder (NPD) dengan gaya parenting dan pembentukan karakter anak. Penjelasan yang akan aku tuliskan merupakan rangkuman dari materi kelas parenting. Pemateri topik ini ialah Fatimah Azzahra, M.Sc, seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh ibu dengan gangguan NPD.
Sempat kepikiran gak, kalau narsis dan narsistik itu sama?
Awalnya aku juga berpikir demikian. Akan tetapi, narsis dan narsistik ternyata berbeda.
Narsis adalah perilaku ketika seseorang merasa terlalu kagum dengan dirinya sendiri dan cenderung mementingkan diri sendiri. Tidak selalu buruk, karena zaman sekarang narsis kebanyakan diisi oleh personal branding. Apalagi yang lagi merintis jadi conten creator.
Kalau narsistik, merupkan satu tipe gangguan kepribadian dalam istilah kedokteran jiwa. Narsis bisa menjadi salah satu tanda dari gangguan kepribadian narsistik, ketika sudah menjadi kebiasaan dan berlebihan.
Apa saja ciri-ciri yang termasuk dalam gangguan kepribadian narsistik?
Coba kita perhatikan poin-poin yang ada dalam gaya pengasuhan berikut :
*DISCLAIMER : BUKAN UNTUK SELF DIAGNOSTIC.
1. Suka sekali menjabarkan agar terlihat bersinar.
"Anak saya pinter .... Itu karena sejak dini saya ....". Bagian titik tekannya bukan proses keberhasilan anak tetapi dirinya sendiri.
2. Suka menuliskan atau menceritakan ulang sesuatu sesuai persepsinya (re-write history)
3. Menginvalidasi anak sehingga seolah-olah yang terjadi menjadi tidak terjadi atau sebaliknya (invalidate others)
4. Menghujani anak dengan kemarahan (narcissistic rage)
5. Membuat masalah tidak pernah terselesaikan. Selama itu mengamankan status narsistiknya.
6. Sering merusak hari spesial anak dan mengabaikan kesuksesannya.
7. Cenderung lebih menyukai tragedi atau masalah yang menimpa anak untuk diekplorasi menjadi sumber kebahagiaan dan superioritasnya.
8. Membagi anak menjadi kelompok kesayangan dan yang diabaikan
9. Kecenderungan untuk menginginkan anak melakukan sesuatu seperti dirinya.
10. Mempengaruhi anak sehingga bersifat kekanak-kanakan bahkan dengan cara menakut-nakuti (infantalise).
11. Tidak pernah mau meminta maaf (narcissistic fauxpology), kalaupun meminta maaf mereka akan memposisikan diri tidak ingin disalahkan.
Emang iya, ada ibu yang seperti itu?
Ternyata ada banget, Readers. Kak Fatimah pun baru yakin setelah ibunya memeriksakan diri pada dokter spesialis kejiwaan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar Ibu narsistik tidak menyadari dirinya mengalami gangguan kepribadian. Begitu juga anaknya, tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban kekerasan narsistik yang dilakukan ibunya.
Setelah mengetahui ciri-ciri pengasuhan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa marsistik adalah gangguan kepribadian yang mengakibatkan orang yang mengalaminya memiliki pola merasa paling superior paling penting (grandiosity), merasa paling butuh dipuji dan dihargai (need for admiration), dan kekurangan empati (lack of empathy).
Kenapa bisa muncul?
Jawabannya masih simpang siur di tatanan medis. Ada yg karena trauma pengasuhan dan pengabaian, karena tekanan lingkungan, dan sebagainya. Kebanyakan jurnal menyebutkan alasan yang multifaktor. Akan tetapi, pada pemeriksaan pasien diketahui ada kekurangan grey area diotak yang penting untuk mengatur empati.
Bagaimana hubungannya dengan pengasuhan anak? Apa pengaruhnya?
Penelitian di jurnal menuliskan berbagai analisis. Sayangnya seperti rantai yang saling terkait, hubungan ibu narsistik dan anak yang diasuhnya ini timbal balik alias reversibel. Ibu yang narsis bisa mempengaruhi gaya ia mengasuh anaknya, begitu pun gaya pengasuhan / parenting disebutkan bisa membuat anak menjadi narsistik di masa depan. Pola asuh yang permisif, abai, dan otoriter bisa menjadikan anak memiliki trauma mental di kemudian.
Memangnya separah apa efeknya ke anak ?
Efek mental anak yang diasuh ibu Narsistik antara lain;
😔Merasa tidak dicintai
😔Merasa bahwa ketika seseorang mengenalmu, ia akan menolakmu
😔Masa kecil yang membingungkan, seseorang yang seharusnya mencintai justru menyebabkan luka
😔Memandang sesuatu lebih sempit hitam putih karena perilaku abusif ibu
😔Lebih banyak menggunakan validasi eksternal untuk kebahagiaan
😔Punya masalah trust issue pada orang lain
😔Belajar empati bukan dari ibu
😔Selalu mode survive karena terus menerus menerima kekerasan narsistik
😔Punya masalah lambung, migrain atau kecemasan lainnya
😔Mungkin memiliki CPTSD (Complex post-traumatic stress disorder)
Jangan jadi ibu narsistik. Bagaimana caranya?
✅Peluk dan rayakan sejatinya diri sendiri
✅Menghargai orang tua atau ibu narsistik dengan pandangan rahmat, sehingga tidak terus menyalahkan atau mendendam.
✅ Terapkan parenting yang memandang anak sebagai manusia utuh. Bukan mereka sebagai anak, tapi kita selaku orang tua yang akan dihisab
Kak ciri yang ketiga teh maksudnya gimana? Penasaran, boleh bantu dijelaskan lagi?
BalasHapusInvalidasi terhadap sesuatu yang terjadi seolah tidak terjadi. Misalnya :
HapusMengabaikan emosi anak. Anak sedih karena dia diejek teman di sekolah, tapi tanggapan orang tua malah, "Halah gitu aja nangis, cengeng banget. Kamunya aja yang baperan. Mama dulu malah ngerasain yang lebih dari ini, tapi kuat-kuat aja tuh."
Invalidasi sebaliknya
Terhadap sesuatu yang tidak terjadi seolah terjadi
Misalnya :
Menuduh anak, tidak percaya pada anak
"Hayo, itu alasan kamu aja kan? Kamu mau bohongi mama kan? Bilang aja kamu males. "
Contoh-contoh itu bukan sekadar ujaran yang dilontarkan, ya. Untuk bercandaan dan sejenjsnya. Tapi si anak emang diabaikan.
Kurang lebihnya seperti itu, Kak.
Ya seolah orang tua itu membenarkan asumsinya sendiri. Minim empati. Menilai seuatu secara subjektif.