Berkat
Kau membuka mata, lalu bangun tergesa. Dengan panik, kaucari ponsel yang entah di mana keberadaannya. Setelah benda pipih itu kau temukan di bawah bantal, gegas kau nyalakan untuk mengetahui pukul berapa saat itu.
"Duh, udah jam segini," gerutumu.
"Mas, Mas, bangun," ucapmu pada soso
k laki-laki yang masih tidur tak jauh darimu sambil menepuk-nepuk lengannya.
Menyadari sedikit terlambat bangun pagi, kaupun lekas berdiri. Meski badan masih limbung, kau memaksa diri untuk ke kamar mandi. Salat subuh yang kesiangan kau tunaikan seusai bersuci.
"Oek.... Oek...." Bayimu menangis saat salammu berakhir.
Manusia berumur 4 bulan itu kauangkat menuju dekapan. Kau tuntaskan dzikir, sementara bayimu menyusu dengan tenang.
Ritual pagi telah kau tamatkan dan bersiap mengerjakan aktivitas selanjutnya.
"Mas, Akbar sama kamu dulu, ya? Aku mau belanja."
"Ya udah, sini!" Sosok laki-laki yang kau ajak bicara merebahkan diri di kasur, lalu merentangkan sebelah lengannya, pertanda bayi yang telah kau susui diminta untuk diletakkan di sisi yang kosong itu.
Kau melenggang menuju dapur. Tanganmu membuka satu per satu daun pintu milik ruang penyimpanan bahan logistik. Kau catat segala dalam ingatan segala macam sembako, bumbu, sayur, dan lauk yang tak kau jumpai di sana.
Setengah berlari kau meninggalkan rumah, menuju ke sebuah toko untuk membeli sembako. Sayang, yang kau dapatkan hanya beras. Stok barang di satu-satunya toko yang bisa kau jangkau dengan jalan kaki itu banyak yang habis, sebab penjualnya baru kembali dari bepergian.
Kaupun memutar otak. Sambil berjalan menuju tukang sayur, kau membayangkan menu apa yang akan kaumasak untuk sarapan keluargamu dan bekal suamimu. Sialnya, lapak penjual sayur hari itu libur. Tanpa pikir panjang, langkah kau arahkan ke penjual sayur lainnya yang lebih jauh. Akan tetapi, kauharus menjumpai kondisi yang sama dengan sebelumnya.
Kabarnya, para pedagang ikut meramaikan demo hari buruh. Mereka meliburkan transaksi jual beli untuk berbondong-bondong ke balai kota, menyuarakan kisah-kisah memperihatinkan, berharap janji-janji akan sepadannya kerja keras dengan pendapatan, demi meningkatnya kesejahteraan.
"Huh! Memang demo dapat apa sih? Yakin, para petinggi itu akan menggubris teriakan rakyat jelata? Bukannya, suara kami selama ini cuma dianggap cicitan burung yang numpang lewat?
Kalau kayak gini, terpaksa deh, makan nasi garam lagi." Kau mengoceh di sepanjang jalan pulang. Tak peduli apakah ada orang lain yang memperhatikan.
Setibanya di rumah, kau jumpai 4 kresek putih menggantung di gagang pintu. Kau bawa benda itu masuk untuk mengetahui apa isinya.
"Alhamdulillah, kebetulan sekali." ucapmu tatkala mendapati 2 porsi jajanan pasar dan 2 porsi nasi berkat di dalam kresek putih tadi.
Namun, kau buru-buru menepis pemikiran bahwa apa yang kau alami pagi itu adalah sebuah kebetulan. Kau tersadarkan, ini adalah bagian dari rencana Tuhan yang terangkai sempurna.
Alhamdulillah, Allah selalu tahu yang terbaik untuk kita. Beserta kesulitan, pasti ada kemudahan. Ini tulisan Kak Uswa yang paling saya suka. Terus semangat nulisnya, ya, Kak.
BalasHapussayang sekali di perkotaan jarang kita menemukan kerukunan antar tetangga kak, seperti seringkali bagi-bagi berkat atau sekedar semangkuk sup untuk memperkuat silaturahim
BalasHapusAhhhhh kerasa syukur dan leganya sampe sini. Benar benar berkat
BalasHapusSingkat, padat, mengena tepat sasaran. Bagus sekali ceritanya. Tanpa sadar ini jadi reminder buatku juga. Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, semua sudah kehendak Illahi.
BalasHapusRasanya momen nya pas banget....tp itu sudah digariskan oleh Sang Maha Kuasa....Sang Pencipta memberi pertolongan di waktu yang tepat tidak kurang atau lebih sedetik pun....klo omongin tentang berkat, aku suka sekali klo dapet berkat nasinya ku buat nasi goreng hehehe...ntah teksturnya pas banget kayak d abang² penjual gerobak...
BalasHapus