Membiasakan Ketidakmudahan Demi Masa Depan
Siapa sih yang tidak tergiur dengan kemudahan?
Hidup serba sat set dan praktis. Godaan diskon hingga yang gratis. Segala yang konvensional disingkirkan, diganti dengan yang serba instan. Aku juga pernah menjadi golongan manusia yang menganut paham "kalau ada yang gampang mengapa pilih yang susah?", lalu menerapkan paham tersebut ke semua aspek kehidupanku.
Hingga pada suatu hari di tahun 2018, aku diminta membayar kantong plastik yang ku gunakan untuk mengangkut belanjaan oleh sebuah ritel. Memang hanya dua ratus perak, tapi karena tidak seperti biasanya, aku pun bertanya-tanya. Mengapa sekarang diminta membayar, padahal sebelumnya tidak pernah? Jika ini peraturan pemerintah, apa alasannya hingga mereka mengeluarkan peraturan ini?
Usai berselancar di mesin pencarian, ku temukan banyak hal yang buatku tercengang. Rentetan fakta yang menggambarkan bahwa bumi tempatku tinggal sedang berada dalam kondisi yang memprihatinkan.
Bumi dan makhluk yang tinggal di sana sedang terancam masa depannya oleh sampah
Sedotan plastik yang menancap di hidung penyu dan gumpalan sampah yang ditemukan dalam perut bangkai paus terdampar, menandakan bahwa laut telah tercemar oleh limbah manusia. Sampah-sampah plastik yang melayang-layang di air dianggap sebagai ubur-ubur atau ikan kecil yang merupakan sumber makanan hewan laut yang lebih besar.
Jangan dikira bahwa keadaan ini menyiksa biota perairan semata. Sampah-sampah plastik itu tidak bisa terurai sempurna di alam. Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu puluhan bahkan ratusan tahun, mereka hanya berubah menjadi partikel-partikel super kecil yang disebut sebagai mikroplastik. Sangat besar kemungkinan, mikroplastik ini akan masuk dalam tubuh ikan, tercampur dengan garam, atau bahkan air yang kita konsumsi, mengingat selain laut, sungai pun ikut tercemar.
Kapasitas TPA sampah menipis, karena gunungan sampah tidak kunjung berkurang dan bahkan terus bertambah. Mengapa tidak dibakar saja agar tidak menumpuk? Pertanyaanku tersebut dijawab dengan kenyataan bahwa tumpukan sampah di sana terdiri dari campuran sampah basah dan kering, sehingga untuk membakarnya dibutuhkan waktu yang tidak sebentar, selain itu akan menimbulkan risiko pencemaran udara bagi warga yang bermukim di sekitar TPA.
Gunungan sampah yang terus meninggi itu, rupanya pernah menjadi sumber malapetaka. Salah satu tragedi mematikan ialah ledakan yang terjadi di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat yang menewaskan ratusan warga (157 jenazah ditemukan dan menyisakan sejumlah lainnya dalam status hilang). Dilansir dari laman website tempo.co, TPA Leuwigajah yang menggunakan sistem open dumping mengalami peningkatan konsentrasi gas metana dari sampah-sampah organik yang ikut serta tertimbun. Akibatnya, gunungan sampah sepanjang 200 meter dan setinggi 60 meter itu runtuh diikuti suara gemuruh yang terdengar hingga radius 10 kilometer.
Apa yang aku tulis tersebut hanya secuil dari banyaknya realita tentang dampak buruk dari sampah yang jika tidak ditangani secepatnya, akan mengancam keberlangsungan hidup manusia beberapa tahun kedepan. Maka adanya tarif untuk setiap kantong plastik yang dikeluarkan oleh minimarket dan pusat perbelanjaan lainnya, merupakan setitik wujud dari upaya kebijakan pemerintah untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang nantinya menyumbang pada peningkatan volume sampah.
Aksi apa lagi yang bisa manusia lakukan untuk meminimalisir sampah?
Sebab aku sering mencari tahu perihal permasalahan sampah ini, aku akhirnya bertemu dengan akun instagram yang aktif melakukan kampanye less waste (minim sampah) dalam gerakan 5R:
Reduce (mengurangi)
Terlebih dahulu, kita belajar untuk meninggalkan perilaku konsumtif. Selektif dalam memasukkan barang ke rumah apalagi yang dikemas dengan bahan sekali pakai yang susah terurai. Membeli sesuatu yang benar-benar kita butuhkan dan tidak mudah tergiur dengan barang diskonan atau bahkan gratisan.
Reuse (menggunakan kembali)
Di poin ini kita berusaha untuk memperpanjang masa pakai barang. Contohnya memakai baju lebaran tahun lalu untuk lebaran tahun depan, membeli barang preloved atau second hand, memanfaatkan panci atau ember bocor sebagai media tanam, memanfaatkan kotak plastik bekas membeli makanan sebagai wadah bumbu, memanfaatkan pakaian yang sobek sebagai keset atau kain pel, dan lain-lain.
Recycle (mendaur ulang)
Kita bisa memgumpulkan kardus bekas, kemasan tetrapack, botol atau gelas bekas air minum dalam kemasan, kaleng sarden atau sejenisnya, perangkat elektronik seperti kabel, sandal atau ban rusak, lalu membersihkannya untuk diserahkan pada bank sampah.
Replace (mengganti)
Yang tadinya kita selalu menggunakan pembalut sekali pakai, bisa beralih ke pembalut kain yang bisa dipakai berulang kali setelah dicuci. Beralih dari membeli produk dengan kemasan renceng ke produk dengan kemasan besar. Kita bisa mulai membawa bekal minum dalam wadah tumbler ketika bepergian untuk menghindari membeli air minum dalam kemasan.
Replant (menanam kembali)
Pada bagian ini, kita mulai untuk memperlakukan sampah organik dengan berbeda. Yang sebelumnya langsung dibuang ke tempat sampah dan bercampur dengan sampah lainnya, sampah kulit buah, sayur, atau bawang bisa kita letakkan dalam satu wadah untuk diolah sebagai kompos. Sisa potongan kangkung atau sawi yang masih ada akarnya, bisa kita coba untuk tanam kembali.
Alhamdulillah. Sejak tahun 2018 hingga 2024, berikut usaha less waste yang bisa ku lakukan secara konsisten:

1. Menggunakan pembalut kain
2. Memilih clodi untuk anak daripada popok sekali pakai
3. Mengganti penggunaan tisu dengan handuk tangan (jadi, jangan harap akan menemukan tisu baik di rumah maupun di dalam tasku)
4. Mengganti penggunaan kapas wajah dengan reusable cotton pad
5. Menyediakan sedotan stainless, tumbler, dan kotak makan ketika bepergian untuk menghindari pemakaian plastik atau sterofoam ketika ingin jajan.
6. Membawa kantong dengan berbagai ukuran ketika berbelanja di swalayan juga pasar tradisional.

7. Menyetorkan sampah yang bisa di daur ulang ke pengepul atau bank sampah
8. Membuat ecobrick
9. Membeli barang-barang second hand dan terbuka dengan barang lungsuran
10. Menyampaikan pesan hijau ketika berbelanja di e-commerce yang berisi himbauan agar penjual berkenan menggunakan kertas, plastik, atau kardus bekas untuk mengemas pesanan.

11. Berkebun dan mengompos.
12. Tidak menyisakan makanan.
Tidak ada yang mudah ketika kita memperjuangkan suatu kebaikan
Proses membiasakan hal-hal tersebut memang tidak mudah. Harus rajin mencuci pembalut, clodi, kapas reusable, dan kain lap. Ketika bepergian barang bawaan jadi sedikit lebih ribet dan banyak. Yang sebelumnya tinggal buang harus mencuci bungkus-bungkus produk sekali pakai yang telah dikonsumsi. Di tengah maraknya produk-produk viral, harus menahan diri untuk tidak lagi mengikuti tren fashion yang berseliweran.
Tidak jarang telingaku menerima cibiran, mulai dari orang asing, teman, tetangga, hingga keluarga. Mereka mengataiku 'orang jadul yang ketinggalan zaman', usaha-usahaku ini dinilai sia-sia karena masih sangat banyak manusia lain yang menggunakan produk berkemasan sekali pakai dengan seenaknya. Tidak masalah, aku hanya perlu menebalkan telinga, sebab jika diladeni dengan beradu argumen akan berakhir percuma. Kesadaran mereka masih belum terbuka dengan realita beserta ancamannya.
Pikirku, daripada hanya mengkhawatirkan masa depan, mengeluhkan kerusakan bumi yang semakin menjadi-jadi, atau bahkan merutuki pemerintah atas permasalahan sampah, banjir, dan berbagai polusi yang meresahkan, lebih baik aku bergerak ambil bagian. Meski langkah ini terlihat kecil, setidaknya aku telah berikhtiar untuk mencegah bencana-bencana yang ku cemaskan. Tak lupa ku sertakan doa agar semakin banyak manusia yang terbuka hatinya untuk peduli dengan keberlangsungan hidup keturunan mereka di bumi.
Sebuah perubahan besar berawal dari pergerakan kecil oleh diri sendiri secara konsisten.
Hal-hal di atas memang merepotkan, tetapi kita akan lebih repot nantinya kalau dari sekarang tidak bergerak menuju perbaikan. By the way, saya sudah ada niat beralih ke pembalut kain, tetapi masih maju mundur. Itu rentan tembus, nggak, Kak? Atau sama saja dengan yang sekali pakai?
BalasHapusMenurut saya sama saja dengan pembalut yang sekali pakai, Kak. Produsen pembalut kain ini juga membuat dalam 2 size berbeda. Ada juga yang sampai 3 size. Panty liner, day, & night. Kalau dibandingkan, kekurangannya memang tidak se-slim pembalut sekali pakai, tapi untuk daya serap aman, ganti sekitar 6 jam sekali.
HapusYa Allah, baru tahu kalau negara kita yang terkenal dengan keindahannya, ternyata se kotor ini
BalasHapusKakak kalau nonton kontennya 'Pandawara Grup' pasti makin sedih. Ya di pantai, ya di sungai, ada aja titik yang penuh dengan sampah berserakan. Saya terakhir ke Bromo tahun 2023, ketemu banyak banget kantong kresek, bekas kemasan minuman, kemasan snack, berserakan di lautan pasirnya :(
BalasHapusLangkah sederhana namun agak sulit dipraktikkan kalau nggak niat. Pernah lihat konten di instagram. Ada plastik bungkus mie instan yang melalangbuana dari sungai ke laut sampai 19 tahun lamanya, dan bentuknya masih seperti semula alias tidak terurai.
BalasHapusKeren, Kak. Aku baru sebatas bawa tumbler dan kotak makan, bawa tas belanja sendiri, dan menghabiskan makanan. Pelan-pelan biki n ecobrick juga. Ternyata tidak mudah, tapi itulah bentuk kepedulian kita ya.
BalasHapusPerlu banget hal² baik untuj masa depan dimulai sedari dini. Walaupun awalnya tdk mudah tp baik untuk masa depan...sayangnya plastik berbayar hny d ritel modern...di pasar masih bnyak penggunaan plastik, smga k depan bsa seragam juga...mngurangi sampah plastik dn bawa wadah yg tdk sekali pakai
BalasHapus