Datang
Aku yang tengah asyik membaca buku pelajaran tentang ilmu pengetahuan alam kelas 3 SD, selalu beranjak dari tempat duduk menuju ke arah jendela, tatkala terdengar suara motor yang mendekat ke rumah. Dengan penuh harap, kusibak sedikit tirai yang menutupnya. Dari sana, aku bisa mengintip jalanan depan rumah, melihat orang-orang yang berlalu lalang, dan memastikan siapa pemilik dari suara motor yang mendekat. Ketika menyadari bahwa suara tersebut berasal dari motor milik pelanggan warung di seberang jalan, maka aku akan beringsut dan kembali ke tempat dudukku semula.
"Lastri, tidurlah dulu. Matamu sudah sipit begitu," kata ibu yang menyadari kantuk sudah hinggap di wajahku.
"Nanti, Bu," tolakku.
Waktu menunjukkan pukul 09.00 malam. Biasanya aku memang sudah terlelap di kamar. Akan tetapi, demi menyambut saat yang tidak biasa ini, aku akan menahan kantuk sekuat diri. Berhari-hari aku telah menunggunya, sayang sekali kalau terlewat begitu saja.
Deru motor mendekat untuk kesekian kalinya. Aku tersenyum dari balik jendela, ketika sosok yang kumaksud telah tiba. Gegas kubuka pintu rumah, memakai sendal jepit, dan berlari kecil menuju tepian jalan.
Setelah sesosok laki-laki turun dari motor tukang ojek dan menyelesaikan pembayaran upah, kuulurkan tangan kananku yang kemudian disambutnya. Kucium tangan hitam legam miliknya yang terasa kasar, dingin, dan berbau oli. Bau itu kutahu adalah sisa pekerjaannya sebagai sopir truk.
"Gimana Pak, kabarnya, sehat?"
"Bapak sehat,"
"Sini, Lastri bawakan," ucapku seraya mengulurkan kedua tangan. Kali ini untuk meminta tas pundaknya yang nampak gemuk.
"Jangan, yang ini berat. Kreseknya saja kamu bawa."
Ia pun menyodorkan kresek warna hitam dengan bilah-bilah kayu yang menyembul di atasnya. Dengan mudah aku bisa menebak kalau ini makanan favoritku, yaitu sate ayam.
"Pak, tadi di jalan hujan, ya? Kok kreseknya agak basah?" tanyaku saat melihat titik-titik air yang menempel di permukaan kresek yang kubawa.
"Iya, tadi sempat hujan sebentar dan bapak gak mau berhenti karena sedikit lagi sampai. Jadi ya, agak basah deh."
Bapak merangkul pundakku. Meski tanggannya dingin terkena hujan dan suhu malam, tapi rasa hangat tetap menjalar hingga ke hatiku. Kami melangkah bersama ke dalam rumah.
"Lastri, kalau mau sate ayam, makanlah dulu, sebelum kamu semakin memgantuk. Bapak mau mandi."
"Apa bapak membawa koran?"
"Iya, ada di tas. Buka saja."
Aku menggeletakkan bungkusan sate di meja makan. Lalu kucari keberadaan tas yang tadi di bawa ibu untuk mengambil koran dari sana. Selain makanan, koran adalah hal yang paling aku tunggu ketika bapak datang.
Pada usiaku yang masih sembilan tahun, aku memang belum sepenuhnya memahami isi dari koran yang aku baca. Akan tetapi, di sana banyak kata-kata dan istilah baru yang aku temukan. Tidak seperti pada buku pelajaran yang susunan katanya hanya itu-itu saja.
Sambil menunggu bapak selesai mandi untuk menikmati sate ayam bersama, aku mengamati koran yang terhampar di depanku sambil tengkurap. Semakin lama aku memperhatikan tiap gambar dan tulisan di sana, mengapa pandanganku mengabur, ya? Mataku juga terasa sangat berat.
Beberapa saat kemudian, mengapa badanku seperti melayang, sedangkan semuanya nampak gelap? Aku coba membuka mata sekuat tenaga. Lamat-lamat nampak wajah bapak begitu dekat. Ah, rupanya tadi aku tertidur di ruang tamu dan saat ini sedang digendongnya menuju kamar.
Lalu, bagaimana dengan satenya? Tak jadikah kami menikmatinya bersama? Tapi, aku sudah tak mampu membuka mataku lebih lebar lagi. Akhirnya kuputuskan untuk kembali memejamkan mata, menikmati saat-saat digendong oleh bapak, dan digeletakkan di atas kasur dengan pasrah.
Paling kepikiran, kenapa setiap mimpi dan ada makan makannya, selalu saja gagal mencicipi makanan
BalasHapusmomen bapak pulang kerja emang paling ditunggu-tunggu sih, apalagi sambil bawa jajan 🤠Jadi keinget dulu selalu tanya, "bawa jajan apa pak?" tiap kali bapak pulang dari pasar
BalasHapusJadi teringat waktu kecil sering digendong Bapak kalau tertidur di ruang tengah. Malah pernah pura-pura tertidur biar digendong.
BalasHapusJadi ingat Bapak. Yang selalu baw oleh-oleh saat pulang, apalagi saat beliau dari luar kota, akulah yang laling semangat membongkar tasnya 😢
BalasHapus